Arab harus belajar dari Indonesia
Tadi siang menyimak tausiah Habib Abu Bakar al-Adni di
kompleks makam al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athas. Dalam
ceramahnya beliau menyampaikan kekagumannya pada situasi di Indonesia yang
kondusif, dan selama kunjungannya ke berbagai daerah melihat banyak sekalu
pondok pesantren. Menurut beliau pondok pesantren ini lembaga pendidikan yang
paling tepat dalam memberikan pemahaman Islam yang benar, baik metode maupun
subtansi sebagaimana Islam yang diajarkan Rasulullah saw.
Habib Abu Bakar juga mengatakan Arab sebagai tempat dimana
Islam bermula, dan dari Arab Islam disebarkan ke Indonesia, namun kini
Indonesia damai, tentram, kondusif sedangkan Arab porak-poranda. Sekarang kata
beliau, Arab harus belajar dari Indonesia, (al-Arab yahtaj ila Indonesia).
Tentu realita ini adalah bukti keberhasilan Para Kiai,
Ajengan, Tuan Guru, Teuku, yang mengajarkan Islam selama berabad-abad lamanya
dan berhasil mentautkan titik temu Islam dan kebudayaan. Selain mempunyai
fungsi pemangku otoritas keagamaan dengan pemahaman Islam yang tinggi, ulama di
tanah air juga berperan sebagai penjaga tradisi. Keduanya tidak bisa
dipisahkan. Oleh karena itu klaim permunian agama sebenarnya adalah penafian
terhadap kebudayaan. Akibatnya, mereka menjadi kurang piknik, kurang humor,
kurang cangkruk, kurang ngopi, kurang guyon. Kaku.
Mari hormati guru-guru kita, sebab 'merekalah', para pendiri
pesantren, para da'i kampung, imam langgar, atau untuk sekedar contoh kiai-kiai
yang masih mengayomi umat Mbah Yai Maimun Zubar, Mbah Dim Kaliwungu, Mbah Yai
Nawawi Sidogiri, Habib Luthfi, Gus Mus, Romo Yai Kafa, (boleh disebut kiai
lainnya, karena) tentu ada ribuan ulama yang sudah wafat atau masih hidup
lainnya yang berkontribusi dalam menyebarkan Islam sekaligus menjaga tradisi,
sehingga tercipta iklim yang kondusif.
Heran kalau ada sekelompok orang yang meremehkan ulama dalam
negeri padahal kemampuannya dalam "menjaga" agama dan negara telah
teruji, dan dipihak lain membangga-banggakan ulama dari luar padahal
pemikirannya tidak terbukti efektif menjaga kedaulatan bangsanya, sebaliknya
pemikirannya menyuburkan perpecahan dan turut merayakan pertumpahan darah.
Menyadari bahwa menjaga agama dan negara sekaligus adalah
kerja besar, para wali sejak abad 14 M membentuk lembaga yang disebut wali
songo. Dan demikian juga Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari menyadari pentingnya
sebuah organisasi untuk menopang keduanya. Habib Luthfi selalu menekankan,
pentingnya menjaga NU sebagai wadah, dan ingat -kata beliau-, orang yang
mengatakan tidak usah NU-NUan yang penting ahlu sunah adalah makar yang
berbahaya. Dirgahayu NU ke-90.
sumber: ditulis oleh mas Ahmad Tsauri di akun FB nya
Post a Comment for "Arab harus belajar dari Indonesia"