Ahli Kubur Mengetahui Dan Mendengar Orang Yang Menziarahinya (Bagian II)
Di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam al-Qurtubi
menguraikan firman Allah Ta’ala dalam surat ar-Rum ayat 52:
فَإِنَّكَ
لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ
Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan
orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli
dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang.
Dalam penjelasannya, ayat ini berkaitan dengan
peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullah shallahu’alaihi
wasallam memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraisy dalam perang Badar yang
telah mati beberapa hari. Saat itu Rasulullah shallahu’alaihi wasallam ditanya
oleh Umar bin Khattab radliyallahu’anh:
يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا
Ya Rasulullah!, apakah engkau memanggil-manggil mereka
yang telah meninggal tiga hari, apakah mereka bisa mendengarkan panggilanmu.
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam al-Qur’an:
sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat
mendengar?. Rasulullah shallahu’alaihi wasallam menjawab: Demi Dzat yang jiwaku
ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar melebihi mereka,
mereka lebih mendengar dari pada kamu, hanya saja mereka tidak mampu
menjawab”.(HR. Muslim dari Imam Anas radliyallahu’anhum).
Menurut hadits ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim)
dari sanad yang berbeda-beda, Rasulullah shallahu’alaihi wasallam pernah
berbicara kepada orang-orang kafir yang tewas dalam perang Badar saat mereka
dibuang di sumur Qulaib kemudian Rasulullah shallahu’alaihi wasallam
berdiri dan memanggil nama-nama mereka:
“Ya Fulan bin Fulan: Apakah engkau telah mendapatkan
janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang
benar pula dari Tuhanku”.
Menurut Ibnu Katsir di dalam Kitab Tafsirnya, bahwa
yang dipanggil oleh Rasulullah shallahu’alaihi wasallam itu adalah; Abu Jahal
bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah
tokoh kafir Quraisy. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas
bin Malik.
Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang mati
apabila sudah dikuburkan dan orang yang menguburkan itu kembali pulang, maka
dia (ahli kubur) itu mampu mendengar gesekan suara sandal. Menurut Imam al-Qurtubi,
orang yang sudah meninggal itu bukan berarti mereka lenyap sama sekali juga
tidak pula rusak hubungan dengan orang yang masih hidup. Tetapi yang meninggal
itu hanya terputus hubungan antara ruh dan badan dan hanya berpindah dari alam
dunia ke alam kubur.
Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu bisa
mendengar orang yang masih hidup saat memberi salam atau lainya?. Cukup jelas
keterangan ayat dan hadits pada peristiwa dia atas. Untuk lebih jelasnya lagi,
kita bisa membuka Kitab ar-Ruh karangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Di
dalam kitab tersebut, Ibnu al-Qayyim menyampaikan riwayat dari Ibnu Abdil Bar
yang menyandarkan kepada ketetapan Sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam:
ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام
Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya
yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan
ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.
Ibnu Qayyim juga menyampaikan, bahwasanya riwayat dari
Nabi shalallahu’alaihi wasallam yang menyatakan bahwa mayit bisa mendengar
suara gesekan sandal orang-orang yang mengantarkan jenazahnya ke makam adalah
telah tetap (tsabit).
Beliau juga memberikan penjelasan; Nabi
shalallahu’alaihi wasallam telah mensyariatkan untuk mengucapkan salam kepada
ahli kubur (mayit) dengan salam sebagaimana seseorang bertemu dengan kawannya
(dengan bentuk mukhothob/berhadapan); Assalamu’alaikum daaro qoumin mu’minin.
Salam dengan bentuk khithob (berhadapan) ini disampaikan kepada
seseorang yang bisa mendengar juga berakal. Dan jika mayit tidak bisa mendengar
atau pun tidak berakal, maka salam dengan bentuk khithab tersebut sama
saja dengan menyampaikan salam kepada sesuatu yang tidak ada atau suatu benda.
Bahkan di dalam kitabnya tersebut, Ibnu Qayyim juga
menyampaikan kesepakatan ulama salaf bahwa mayit bisa mendengar.
والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به
As-Salaf bersepakat terhadap masalah ini, dan sungguh
mutawatir hadits-hadits dari mereka (tentang masalah ini), bahwasanya masyit
mengetahui orang yang menziarahinya dan bergembira atas ziarah tersebut.
Ibnu Qayyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin
Muhammad bin Abid bin Abi Dunia dalam kitab Kubur pada bab Ma’rifat al-Mauta
bi ziyarah al-Ahya’ yang menyebukan
hadits sebagai berikut ini:
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم
Dari Aisyah radliyallahu’anha berkata: Rasulullah
shallahu’alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang berziarah ke kuburan
saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit,
dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk
menemaninya sampai selesai berziarah”.
Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik
yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalam sebuah riwayat
hadits berikut:
عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام
Dari Abi Hurairah radliyallahu’anh, Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apabila orang yang lewat kuburan
saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia
mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (para mayit) akan menjawab
salamnya orang-orang yang tidak kenal”.
Satu ketika, Seorang lelaki dari Keluarga Ashim al-Jahdari
bercerita bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau
meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya: “Bukankah Anda sudah meninggal?”,
“Betul!”, “Lalu dimana sekarang?”, “Demi Allah, saya ada di dalam taman Surga.
Saya juga bersama sahabat-sahabatku berkumpul setiap malam Jum’at hingga pagi
harinya di tempat (kuburan) Bakar bin Abdullah al-Muzanni. Kemudian kami saling
bercerita”. “Apakah yang bertemu itu jasadnya saja atau ruhnya saja?”, “Kalau
jasad kami sudah hancur, jadi kami berkumpul dalam ruh”. “Apakah Anda sekalian
mengenal kalau kami itu berziarah kepada kalian?”. “Benar!, kami mengetahui
setiap sore Jum’at dan hari Sabtu hingga terbit matahari”. “Kalau hari
lainnya?”, “Itulah fadilahnya hari Jum’at dan kemuliannya”.
Cerita itu menurut Ibnu Qayyim bersumber dari Muhammad
bin Husein dari Yahya bin Bustom al-Ashghar dari Masma’ dari Laki-laki keluarga
Asyim al-Jahdari. Bahkan bukan sore Jum’at dan hari Sabtu saja, menurut riwayat
Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammad dari Hasan al-Qashab berkata bahwa
orang-orang yang sudah meninggal mampu mengetahui para peziarah pada hari dua
hari yang mengiringi Jum’at yaitu Kamis dan Sabtu.
Ucapaan salam yang disampaikan saat melewati pemakaman
atau berziarah biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang
sangat banyak adalah dengan ungkapan:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون
Semoga keselamatan atas kamu wahai kaum mu’minin yang
ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.
Selesai....Wallahu Alam
Bagian Pertama: Ahli Kubur Mengetahui Dan Mendengar Orang Yang Menziarahinya (Bagian I)
Bagian Pertama: Ahli Kubur Mengetahui Dan Mendengar Orang Yang Menziarahinya (Bagian I)
Post a Comment for "Ahli Kubur Mengetahui Dan Mendengar Orang Yang Menziarahinya (Bagian II)"