Anak Kecil Yang Mengalahkan Seorang Atheis
Pada masa hidupnya Imam Hammad yang menjadi guru Imam
Abu Hanifah, negara irak mendapat kunjungan seorang ilmuwan atheis yang menjadi
utusan raja Romawi. Pada masa tersebut kekhalifahan dikuasai oleh bani
Abbasiyyah.
Ilmuwan atheis tersebut adalah seorang ilmuwan yang
cukup hebat karena dialah orang yeng telah mengalahkan banyak ulama Islam
ketika berdebat tentang masalah ketuhanan.
Kedatangan ilmuwan tersebut selain karena menjadi
utusan kaisar Romawi untuk suatu keperluan, dia juga punya tujuan lain yaitu
untuk menantang berdebat ulama-ulama irak dan bermaksud mengalahkan mereka.
Karena merasa pernah mengalahkan ulama-ulama di banyak forum-forum debat,
ilmuwan tersebut dengan sombongnya menantang seluruh ulama yang ada di irak
untuk berdebat dengannya.
Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, dia meminta
pada khalifah irak pada waktu itu untuk membuatkan forum terbuka dan
menghadirkan para ulama-ulama irak dalam satu forum debat terbuka, dan
permintaannya tersebut dikabulkan oleh khalifah.
Setelah forum diadakan, para ulama irak yang merasa
risih dengan kesombongan ilmuwan atheis tersebut, satu persatu mereka maju
untuk berdebat dengan ilmuwan tersebut. Namun sayang, ternyata ilmuwan tersebut
sangat pandai bermain retorika dengan logika-logika yang cukup tajam, sehingga
para ulama-ulama irak yang hadir bisa dikalahkan olehnya.
Setelah semua ulama bisa dikalahkan, dengan sombong
ilmuwan atheis tersebut berkata; “Adakah ulama lain yang lebih hebat selain
mereka??”.
Mendengar pertanyaan dari ilmuwan tersebut, salah
seorang yang hadir dalam forum tersebut angkat bicara; “Ada satu lagi ulama
kami yang sangat alim dan hari ini beliau tidak datang kesini, beliau adalah
syaikh Hammad”.
Mendengar jawaban tersebut, ilmuwan atheis itu meminta
kepada khalifah untuk mengundang syaikh Hammad supaya bersedia menghadapinya
berdebat.
Mendengar permintaan ilmuwan tersebut, khalifah segera
mengutus seorang kurir untuk mengundang syaikh Hammad agar hadir dalam forum
perdebatan yang sudah ditentukan.
Mendapat undangan resmi dari khalifah agar beliau
bersedia menghadapi ilmuwan atheis berdebat, syaikh Hammad berpesan kepada
kurir untuk disampaikan kepada khalifah agar diberi waktu semalam untuk
berfikir, dan khalifah pun mengizinkannya.
Setelah pagi menjelang, syaikh Hammad tampak murung
memikirkan tentang perdebatannya dengan ilmuwan atheis nanti. Melihat gurunya
tampak murung, salah seorang murid beliau yang tiada lain adalah Imam Abu
Hanifah yang saat itu masih kecil, menghampiri gurunya lalu bertanya apa
gerangan yang membuat sang guru tampak murung.
Setelah sang guru menceritakan kepada Imam Abu Hanifah
an-Nu’man tentang undangan khalifah untuk menghadapi ilmuwan atheis berdebat,
Imam Abu Hanifah yang saat itu masih kecil berkata pada gurunya; “Biarkan aku
saja yang mengahadapi ilmuwan atheis sombong itu wahai syaikh”.
Mendengar perkataan muridnya, syaikh Hammad terkejut
lalu berkata; “Kamu masih kecil wahai Nu’man, sedangkan ilmuwan atheis tersebut
adalah orang yang sudah berpengalaman dalam berdebat dan telah banyak
mengalahkan para ulama”.
Imam Abu Hanifah kecil berkata; “Wahai syaikh….semalam
aku bermimpi agak aneh”.
Mendengar jawaban dari muridnya syaikh Hammad berkata;
“Mimpi apa kamu semalam?”.
Mendengar pertanyaan dari gurunya tersebut, Imam Abu
Hanifah kecil menjawab; “Semalam aku bermimpi melihat bangunan yang cukup luas
dan penuh dengan keindahan”.
“Di dalam bangunan tersebut terdapat sebuah pohon
besar dan sangat lebat sekali buahnya”.
“Tiba-tiba, dari salah satu sudut bangunan tersebut
keluarlah seekor babi hutan yang lalu babi hutan tersebut memakan seluruh buah
yang ada pada pohon tersebut”.
“Setelah seluruh buah dalam pohon tersebut habis
dilahapnya, babi tersebut lalu memakan seluruh daun-daun juga
ranting-rantingnya, sehingga tidak tersisa kecuali tinggal batang pohon itu
sendiri”.
“Setelah tinggal batangnya yang tersisa, tiba-tiba
keluarlah seekor singa dari pohon tersebut lalu dibunuhlah babi hutan tersebut
oleh sang singa”.
Setelah bercerita tentang mimpinya semalam, Imam Abu
Hanifah kecil lalu berkata; “Wahai syaikh, sesungguhnya Allah Ta’ala telah
menganugrahiku ilmu menafsirkan mimpi. Mimpi saya ini adalah pertanda baik bagi
kita dan menjadi pertanda buruk bagi musuh-musuh kita, jika syaikh berkenan,
saya akan menyampaikan tafsir dari mimpi ini”.
Mendengar penuturan muridnya, syaikh Hammad lalu
berkata; “Katakan kepadaku apa tafsir dari mimpimu tersebut wahai Nu’man”.
Imam Abu Hanifah kecil lalu berkata; “Bangunan yang
besar tersebut adalah agama Islam, pohon besar yang berbuah tersebut adalah
para ulama, sedangkan batang yang tersisa dari pohon tersebut adalah engkau wahai
syaikh”.
“Babi hutan tersebut adalah ilmuwan atheis, sedangkan
singa yang keluar dari batang pohon tersebut adalah aku”.
Setelah menjelaskan tafsir mimpinya kepada sang guru,
Imam Abu Hanifah kecil lalu berkata; “Izinkalah saya wahai syaikh untuk menghadapi
ilmuwan atheis tersebut”.
Mendengar penuturan muridnya, syaikh Hammad berkata;
“Kalau memang demikian, mari kita berangkat memenuhi undangan khalifah sekarang
juga…tetapi nanti kalau ditanya oleh ilmuwan tersebut kamu ini siapa, apa yang
harus saya katakana??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Katakan saja saya
ini adalah orang yang membawakan sepatu engkau wahai syaikh”.
Setelah berkata demikian, bergegaslah guru dan murid
tersebut ke tempat yang sudah ditentukan untuk forum perdebatan. Sesampainya di
tempat tersebut, ilmuwan atheis terlihat sedang berjalan menuju mimbar utama
yang ada di tempat tersebut. Setelah berada di atas mimbar, ilmuwan atheis
tersebut dengan sombongnya berkata; “Siapa diantara kalian yang bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya?”.
Mendengar ucapan congkak dari ilmuwan atheis, imam Abu
Hanifah kecil segara berdiri lalu berkata; “Katakan saja apa pertanyaanmu,
nanti pasti akan akan ada yang menjawab”.
Melihat ada anak kecil yang dengan lantang menyambut
sesumbar dari ilmuwan atheis, para hadirin yang ada dalam forum tersebut
termasuk ilmuwan dan juga khalifah bertanya-tanya, siapakah gerangan anak kecil
yang lantang dan pemberani ini??.
Ilmuwan atheis berkata; “Siapa engkau wahai anak
kecil, kok berani-beraninya berbicara denganku??”.
“Banyak orang yang jauh lebih tua darimu, orang-orang
yang punya sorban besar, pemilik baju-baju megah, pemakai jubah-jubah longgar
yang telah saya taklukan, jadi bagaimana mungkin engkau yang masih anak-anak
dan masih ingusan berani lantang bicara seperti itu di depanku??”
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Allah Ta’ala tidak
meletakkan kemulyaan dan keluhuran pada sorban-sorban besar, pada baju-baju
megah, ataupun pada jubah-jubah longgar, melainkan Allah Ta’ala meletakan
kemulyaan dan keluhuran pada diri para ulama”.
Ilmuwan atheis berkata; “Apakah engkau yang akan
berdebat denganku wahai anak kecil??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Iya, dengan
pertolongan Allah saya akan berdebat denganmu wahai atheis”.
Ilmuwan atheis berkata; “Oke kalau begitu, sekarang
jawab pertanyaanku…..Apakah Allah itu ada wahai anak kecil?!”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Iya ada”.
Ilmuwan atheis berkata; “Dimana Ia berada??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Allah tidak
bertempat wahai atheis”.
Ilmuwan atheis berkata; “Bagaimana bisa sesuatu yang
tidak bertempat bisa kamu katakana ada??!”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Jawaban tentang pertanyaanmu
ada pada tubuhmu”.
Ilmuwan atheis berkata; “Apa itu?”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Apakah di dalam
tubuhmu terdapat ruh wahai atheis??”.
Ilmuwan atheis berkata; “Iya ada”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Dimana letak
ruhmu??, apakah di kepalamu?, atau di perutmu?, ataukah di kakimu??!”.
Mendengar jawaban dari Imam Abu Hanifah kecil ilmuwan
atheis tersebut kebingungan untuk menjawab, sambil menunggu ilmuwan atheis
menemukan jawaban atas pertanyaan Imam Abu Hanifah kecil, ia meminta kepada
panitia untuk dibawakan segelas susu.
Setelah susu diberikan kepada beliau lalu beliau
meminumnya sedikit, imam Abu Hanifah kecil berkata; “Apakah di dalam susu ini
terdapat lemak wahai atheis?”.
Ilmuwan atheis berkata; “Iya tentu ada”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Dimana letak lemak
tersebut wahai atheis?, apakah di atas permukaan susu ataukah di bawahnya?”.
Mendengar pertanyaan dari Imam Abu Hanifah kecil,
wajah ilmuwan atheis terlihat pucat pasi, sangat kentara raut kebingungan di
wajahnya.
Melihat rona kebingungan dari ilmuwan atheis, imam Abu
Hanifah kecil berkata; “Sebagaimana tidak ditemukannya tempat bagi ruh di dalam
tubuh juga tempat lemak di dalam susu, begitu juga tidak akan ditemukan tempat
bagi Allah di alam semesta yang merupakan ciptaannya ini”.
Setelah mendengar penuturan dari Imam Abu Hanifah
kecil yang membuatnya kebingungan untuk menjawab, ilmuwan atheis tersebut
berkata; “Oke kalau begitu, sekarang jawab pertanyaanku berikutnya…..apa yang
ada sebelum Allah ada dan apa yang ada setelah Allah??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Tidak ada yang
sebelum Allah dan tidak ada yang setelah-Nya”.
Ilmuwan atheis berkata; “Bagaimana penggambarannya
sesuatu yang ada tapi tidak ada sebelumnya dan tidak ada pula setelahnya??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Jawaban untuk
pertanyaanmu ini, juga ada dalam tubuhmu wahai atheis”.
Ilmuwan atheis berkata; “Apa itu wahai anak kecil??”.
Imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Apa yang ada sebelum
jempolmu wahai atheis dan apa yang ada setelah jari kelingkingmu??”.
Ilmuwan atheis berkata; “Tidak ada apa-apa sebelum
jempolku dan tidak ada apa-apa pula setelah kelingkingku”.
Imam Abu Hanifah kecil berkata; “Maka begitu juga
Allah Ta’ala, tidak ada apa-apa sebelum-Nya dan tidak ada apa-apa pula
setelah-Nya”.
Setelah mendengar penuturan imam Abu Hanifah yang
cukup tajam, ilmuwan atheis tersebut berkata; “Oke….saya masih punya satu
pertanyaan lagi untukmu wahai anak kecil”.
Imam Abu Hanifah kecil berkata; “Saya menjawab
pertanyaanmu Insya Allah”.
Ilmuwan atheis berkata; “Pertanyaan terakhir saya
adalah, apa yang saat ini sedang dilakukan oleh Allah??”.
Mendengar pertanyaan ilmuwan atheis tersebut, imam Abu
Hanifah kecil berkata; “Sebelum saya menjawab pertanyaanmu, apakah tidak
sepantasnya bagi orang yang menjawab untuk berada di atas mimbar dan orang yang
bertanya berada di bawah mimbar?!”.
Mendengar penuturan Imam Abu Hanifah kecil yang cukup
mengejutkan tersebut, dengan langkah gontai ilmuwan atheis bergegas turun dari
mimbar dan dengan langkah mantap, naiklah imam Abu Hanifah kecil di atas
mimbar.
Setelah Imam Abu Hanifah kecil duduk di atas mimbar,
beliau meminta kembali pada ilmuwan atheis untuk mengulangi pertanyaannya
sekali lagi.
Setelah ilmuwan atheis mengulangi lagi pertanyaannya,
dengan tenang dan tegas imam Abu Hanifah kecil menjawab; “Yang dilakukan Allah
Ta’ala saat ini adalah menjatuhkan derajat orang-orang sesat sepertimu dari
atas ke bawah, dan meninggikan derajat orang-orang yang berada dalam kebenaran
seperti aku dari bawah ke atas”.
* Diterjemahkan secara bebas dari salah satu kisah yang ada dalam kitab Fath al-Majid karya Syaikh Nawawi al-Bantani oleh alfaqir Kang As'd
Sungguh bermanfaat!
ReplyDeleteJawabanya ada pada dirimu
ReplyDeleteIt's the best lesson....
ReplyDeleteIt's the best lesson....
ReplyDeleteKisahnya sangat inspiratif.
ReplyDeleteMantap
ReplyDeleteOh my godness
ReplyDelete