Soekarno dikenang selamatkan Universitas Al Azhar Mesir, Masjid Biru Rusia dan makam Imam Bukhari
“Ya Gamal, kenapa Anda mau menutup Al
Azhar..? Ya Gamal, Al Azhar itu terlalu penting untuk dunia Islam. Kami
mengenal Mesir itu justru karena ada Al Azhar…..”
“Setiap ide yang melintas di pikiran
Bung Karno senantiasa menjelma jadi emas”
Ungkapan metaforis ini layak disematkan ke pundak presiden
pertama Republik Indonesia tersebut karena fakta sejarah mencatat, setiap
kunjungannya ke negara-negara sahabat selalu menorehkan jasa yang dikenang
sepanjang masa oleh masyarakat setempat.Ternyata ada satu lagi jasa terbaik
Bung Karno saat kunjungannya ke Mesir pada bulan Juli 1955, yang kembali
dikenang rakyat Mesir, seiring dengan tsunami politik melanda Negeri Seribu
Menara itu.
Jasa terbaik Bung Karno tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr.
Syeikh Aly Goumah, Sekretaris Jenderal “Haiah Kibaril Ulama”, suatu badan
khusus di Al Azhar beranggotakan para ulama senior yang sangat
berpengaruh.Dalam wawancara dengan jaringan televisi nasional Saluran-1 Mesir,
Prof. Goumah mengemukakan bahwa Presiden Republik Indonesia Ahmad Soekarno
menyelamatkan Al Azhar dari ancaman penutupan oleh Presiden Gamal Abdel Nasser.
Ancaman penutupan itu akibat Nasser melihat gelagat kalangan ulama Al Azhar
bergabung dengan Ikhwanul Muslimin untuk merongrong kekuasaannya.
Menurut Syeikh Goumah, ketika Nasser berniat untuk menutup Al
Azhar yang menghebohkan dunia Islam, Presiden Soekarno muncul untuk
menyelamatkannya saat berkunjung ke Mesir. “Presiden Ahmad Soekarno dari
Indonesia mempertanyakan niat Nasser tesebut dan mengatakan, ‘Ya Gamal, kenapa
Anda mau menutup Al Azhar? Ya Gamal, Al Azhar itu terlalu penting untuk dunia
Islam. Kami mengenal Mesir itu justru karena ada Al Azhar’,” kutip Syeikh
Goumah. “Nasser menjawab, ya, mau bagaimana lagi? Lantas, Ahmad Soekarno
menimpali, ‘Ya Gamal, tidak ada itu istilah penutupan, Anda wajib menata
kembali Al Azhar, mendukungnya dan mengembangkannya, bukannya menutup’.”
Mantan Mufti Nasional Mesir tersebut mengamini pandangan Bung
Karno bahwa Al Azhar dan Mesir ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan, yakni Al Azhar adalah Mesir, dan Mesir adalah Al Azhar. Wawancara
Prof. Goumah pada tanggal 29 Agustus 2013 yang kemudian diungguh ke jejaring
sosial Youtube itu terkait dengan tarik-menarik kekuatan politik Mesir untuk
memperebutkan pengaruh Al Azhar.
Prahara politik yang menumbangkan rezim Presiden Hosni
Mubarak pada bulan Februari 2011 dan pelengseran Presiden Mohamed Moursi pada
bulan Juli 2013 tersebut, tak pelak lagi, berdampak serius terhadap eksistensi
Al Azhar akibat terjadi tarik-menarik antarkekuatan politik untuk berebut
pengaruh. Tarik-menarik tersebut begitu kuatnya sehingga menjelang pelengseran
Moursi sempat muncul tudingan bahwa Ikhwanul Muslimin pendukung Moursi berusaha
“meng-Ikhwan-kan” Al Azhar.
Ketika Syeikh Agung Al Azhar Prof. Dr. Ahmed Al Tayeb
berperan penting dalam mendukung kudeta pelengseran Moursi, Ikhwanul Muslimin
pun geram dan mendesak Prof Tayeb agar mengundurkan diri. Kalangan petinggi
Ikhwanul Muslimin bahkan menyerukan untuk menyandera Al Azhar sebagai protes
atas dukungan Syeikh Agung Al Azhar terhadap kudeta.
Al Azhar didirikan lebih dari seribu tahun lalu, tepatnya
tahun 970 Masehi atau 350 Hijriah pada masa kekuasaan Fatimiyah. Syeikh Goumah
menegaskan bahwa Al Azhar saat ini menampung dua juta pelajar dan mahasiswa
dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang tersebar di Kairo dan
berbagai provinsi di Mesir dan cabang Al Azhar di beberapa negara, di samping
lebih dari 10.000 guru dan dosen.
“Al Azhar itu milik umat Islam sebagai lembaga pendidikan
yang menekankan sikap moderat dan toleransi, dan tidak bisa diklaim oleh
kelompok manapun sebagai miliknya,” kata Syeikh Goumah. Saat ini terdapat
puluhan ribu mahasiswa asing dari 126 negara, termasuk sekitar 3.600 di
antaranya adalah mahasiswa Indonesia. Jumlah mahasiswa Indonesia di Universitas
Al Azhar ini jauh lebih sedikit dibanding Malaysia.
Menurut data Kedubes Malaysia di Kairo, dalam tahun akademik
2012/2013, tercatat 11.572 mahasiswa Malaysia di Al Azhar, sekitar 6.837 orang
di antaranya kuliah di fakultas kedokteran. Berbeda dengan Malaysia, mahasiswa
Indonesia umumnya kuliah di fakultas keagamaan, seperti fakultas syariah,
bahasa Arab, dan ushuluddin (teologi). Kendati demikian, mahasiswi Indonesia,
Widiawati Kurnia, tercatat sebagai mahasiswa Asia non-Arab pertama lulusan
spesialis kandungan (Obstetri dan Ginekologi) Fakultas Kedokteran Al Azhar
Putri di Kairo pada tahun 2006 setelah menamatkan dokter umum di FK Universitas
Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Kenangan Abadi
Jasa Bung Karno menyelamatkan Al Azhar ini merupakan salah
satu dari sederet kenangan abadi Sang Proklamator setiap berkunjung ke
mancanegara. Mesjid Biru di Saint Petersburg, Rusia, misalnya, juga
diselamatkan Bung Karno setelah puluhan tahun ditutup oleh pemerintah komunis
dan dijadikannya sebagai gudang penyimpanan obat dan senjata pasca-Revolusi
Bolshevik 1917. Bung Karno berhasil mendesak sejawatnya, Presiden Nikita
Khrushev, untuk mengembalikan fungsi tempat ibadah umat Islam di kota terbesar
kedua setelah Moskow itu. Masjid dengan kubah dan menara menjulang tinggi
eksotis di pinggiran Sungai Neva itu dikenang warga setempat sebagai kenangan
abadi Soekarno hingga sekarang.
Begitu pula, Makam Imam Bukhari r.a. di Samarkand, Uzbekistan
ketika masih termasuk wilayah kedaulatan Uni Soviet. Konon makam Perawi Hadist
Nabi Muhammad SAW terkemuka itu senasib dengan Masjid Biru, bahkan sempat
hilang akibat tak terurus. Namun, atas permintaan Bung Karno, makam tersebut
dipugar dan hingga kini menjadi salah satu tempat ziarah religi. Jasa
fundamental lainnya dari Bung Karno saat berkunjung ke Arab Saudi adalah
penanaman pohon di Padang Arafah, tempat wukuf jemaah haji di Mekah.
Padang Arafah dahulu merupakan gurun tandus, tetapi kini
sudah menjadi taman hijau berkat ide brilian Bung Karno untuk menanami pohon.
Berkat jasa tersebut, Universitas Al Azhar menganugrahkan doktor kehormatan
(doktor honoris causa) kepada Bung Karno dalam kunjungan ketiga ke Mesir pada
bulan April 1960. Syiekh Agung Al Azhar Mahmoud Shaltut menyematkan gelar
kehormatan akademis itu di Gedung Pertemuan Universitas Al Azhar pada Ahad, 24
April 1960, pukul 12.00 waktu setempat, demikian terekam dalam buku, “Jauh di
Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir”.
Dalam sambutannya, Syeikh Shaltut mengatakan, “Selamat datang
di negeri yang damai, negeri Islam. Sesungguhnya Sultan Al Muiz Billah
membangun Al Azhar dengan batu-batu, namun Presiden Gamal Abdel Nasser memberi
sinar keagungan kepada Al Azhar dengan ilmu, kerja keras dan pertolongan. “Bung
Karno yang memakai baju kebesaran Al Azhar yang terbuat dari bulu domba
menyampaikan terima kasih dan menyatakan kebahagiaannya bahwa kunjungan kedua
ke kampus Al Azhar telah mendapatkan kemajuannya.
Sebelumnya, Syeikh Agung Al Azhar Abdul Rahman Ali
Taag–pendahulu Syeikh Shaltut–berkunjung ke Indonesia bersama Wakil Perdana
Menteri Mesir Gamal Salem atas undangan Presiden Soekarno. Syeikh Ali Taag dan
Gamal Salem mewakili Nasser yang ketika itu manjabat Perdana Menteri merangkap
Presiden sementara untuk menghadiri HUT Ke-10 Proklamasi Kemerdekaan RI pada
tanggal 17 Agustus 1955. Dalam kunjungan tersebut, Syeikh Taag berkesempatan
bertemu dengan para ulama Indonesia dan melihat secara dekat perkembangan Islam
di negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu.
Kunjungan serupa dilakukan Syeikh Mahmoud Shaltut pada bulan
Januari 1961 selama dua pekan atas undangan Presiden Soekarno. Selain Bung
Karno, penganugrahan doktor kehormatan dari Al Azhar serupa sebelumnya
diberikan kepada ulama Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) pada
tanggal 21 Januari 1958.
Sumber: www.antaranews.com Copyright © 2014
Post a Comment for "Soekarno dikenang selamatkan Universitas Al Azhar Mesir, Masjid Biru Rusia dan makam Imam Bukhari"