Orang Mati Bisa Bermanfaat Bagi Orang Yang Hidup
Jika muncul pertanyaan; Apakah orang
yang sudah mati bisa bermanfaat bagi orang yang masih hidup di dunia?, maka
jawabannya adalah; Iya, orang yang sudah mati bisa bermanfaat bagi orang yang
masih hidup. Telah dijelaskan di dalam banyak riwayat bahwa mereka, orang-orang
yang telah meninggal mendoakan dan memintakan syafaat bagi orang-orang yang
masih hidup.
Sayyidina asy-Syaikh al-imam Abdullah bin
Alawi al-Haddad radliyallahu’anh wa nafa’ana bih berkata; Sesungguhnya
orang-orang yang sudah mati banyak bermanfaat bagi orang-orang yang masih
hidup. Karena orang-orang yang masih hidup banyak tersibukkan dengan
urusan-urusan mencari rizki, sedangkan orang-orang yang sudah mati tidak lagi
memikirkan hal tersebut. Mereka tidak lagi memiliki keinginan kecuali atas apa
yang telah mereka lakukan pada kehidupannya di dunia dari berbagai amal-amal
kebaikan, mereka tidak lagi memiki ketergantungan dengan apapun kecuali pada
amal-amal tersebut sebagaimana malaikat.
Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah
banyak sekali, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
dari sahabat Anas radliyallahu’anh beliau berkata; Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam bersabda;
ان أعمالكم
تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فان كان خيرا استبشروا به وان كان غير ذلك
قالوا اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا
Sesungguhnya amal-amal perbuatan kalian
akan diperlihatkan kepada saudara-saudara dan sahabat-sahabat kalian yang sudah
meninggal. Apabila mereka melihat kebaikan maka mereka akan merasa senang dan
apabila melihat sesuatu yang selain itu, maka mereka akan berdoa; “Ya Allah,
jangan Engkau matikan mereka sehingga mereka mendapatkan petunjuk sebagaimana
Engkau telah memberi petunjuk kepada kami”.
Imam al-Bazzar telah meriwayatkan hadits
dengan sanad yang sahih dari sahabat Ibnu Mas’ud dari Nabi shalallahu’alaihi
wasallam;
حياتي خيرلكم تحدثون ويحدث لكم, ووفاتي خير لكم تعرض علي
أعمالكم فما رأيت من خير حمدت الله, وما رأيت من شر استغفرت لكم.
Kehidupanku adalah kebaikan bagi kalian ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal yang lalu dijelaskan
hukumnya bagi kalian melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan kepadaku amal
perbuatan kalian, jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah
karenanya dan jika aku melihat ada amal kalian yang buruk maka aku memohonkan
ampun untuk kalian kepada Allah.
Para ulama menyatakan; “Kemanfaatan mana
yang lebih besar dibandingkan dengan permintaan maaf beliau shalallahu’alaihi
wasallam ketika diperlihatkan kepada beliau perbuatan buruk yang dilakukan oleh
umat beliau?!”.
Sebagian ulama menyatakan; Dalil yang lebih
bisa menunjukkan bahwasanya orang yang telah meninggal bisa bermanfaat bagi
orang yang masih hidup adalah peristiwa yang terjadi pada baginda Nabi Muhammad
shalallahu’alaihi wasallam ketika beliau di isra’kan untuk menerima kewajiban
shalat, untuk beliau dan umatnya sebanyak lima puluh kali shalat dalam sehari
semalam, Nabiyullah Musa ‘alaihissalam memberikan isyarat kepada Nabi Muhammad
shalallahu’alaihi wasallam untuk kembali menghadap Tuhannya supaya meminta
keringanan sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadits sahih.
Nabiyullah Musa ‘alaihissalam pada saat
itu, secara hukum adalah sudah wafat, tetapi kita dan seluruh umat Nabi
Muhammad shalallahu’alaihi wasallam telah tercurahi oleh barakah beliau yaitu
dengan lantaran beliau kita semua mendapatkan keringanan dalam shalat, dan itu
adalah merupakan kemanfaatan yang sangat agung.
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di dalam
kitabnya Taqrib al-Ushul li Tashil al-Wushul menyampaikan; “Para
ulama al-Arifin telah banyak yang menjelaskan, bahwasanya para wali setelah
kematian mereka, ruh-ruh mereka selalu bersambung dengan murid-muridnya, dengan
sebab itulah, murid-muridnya tersebut banyak yang berhasil mendapatkan
cahaya-cahya dari Allah juga anugrah-anugrah dari Allah, disebabkan oleh
keberkahan dari para wali tersebut”.
Asy-Syaikh as-Sayyid
Abdullah bin Alwi al-Haddad radliyallahu’anh berkata:
“Sesungguhnya orang-orang pilihan (wali-wali Allah) jika mereka telah wafat, maka tidak hilang dari
mereka kecuali hanya jasad dan bentuknya saja. Adapun hakekatnya, mereka
hidup dalam kubur mereka. Dan ketika seorang wali itu hidup dalam kubur mereka,
sesungguhnya tidak lepas dari diri mereka sedikit pun ilmu, akal, dan
kekuatan ruhani mereka. Bahkan bertambahlah pada arwah-arwah mereka tersebut
bashirah (penglihatan hati), ilmu, kehidupan ruhaniyyah, dan tawajjuh
mereka kepada Allah setelah kematian mereka. Dan jika arwah-arwah mereka
bertawajjuh kepada Allah Ta’ala dalam suatu hal (hajat), maka Allah Ta’ala
pasti memenuhinya dan mengabulkannya sebagai kehormatan bagi mereka”.
Ini adalah makna dari apa yang telah disampaikan oleh sebagian ulama;
“Sesungguhnya
para wali dianugrahi kemampuan untuk bertashorruf (berbuat). Hakekat tashorruf,
yang maksudnya adalah kemampuan untuk bisa memberikan dampak (ta’tsir) atau pun
menciptakan sesuatu hanyalah milik Allah Ta’ala semata Yang tiada sekutu
bagi-Nya. Seorang wali atau pun yang selainnya, pada hakekatnya tidak mampu
untuk membuat dampak (ta’tsir) apa pun, baik ketika masih hidup atau pun ketika
mereka telah meninggal. Maka barangsiapa yang meyakini bahwasnya para wali atau
pun yang selainnya mampu membuat dampak pada sesuatu, maka orang tersebut
dihukumi sebagai kufur kepada Allah Ta’ala”.
Penduduk Barzakh, dari para wali, mereka sebenarnya
sedang berada dihadapan Allah Ta’ala (hadlrotillah), barangsiapa di antara
orang yang masih hidup, menghadapkan dirinya kepada para wali, bertawassul
kepada mereka, maka para wali tersebut akan menghadapkan diri mereka kepada
Allah Ta’ala dalam rangka berhasilnya tujuan orang yang bertawassul kepada
mereka. Jadi makna tashorruf yang dilakukan oleh para wali tersebut adalah,
tawajjuh mereka kepada Allah Ta’ala dengan ruh-tuh mereka.
Syaikh Abi al-Mawahib asy-Syadzili menyampaikan; aku
mendengar guruku syaikh Abu Utsman al-Maghribi berkata; Jika seseorang
menziarahi makam wali, maka wali yang diziarahinya tersebut mengetahuinya. Jika
orang tersebut menyampaikan salam, maka wali tersebut akan menjawab salamnya.
Jika orang tersebut lalu berdzikir kepada Allah di makam tersebut, maka wali
tersebut akan ikut bersamanya berdzikir. Jika umpanya seseorang berdzikir
membaca kalimah Laa ilaha illallah, maka wali yang ia ziarahi makamnya
akan duduk bersila untuk berdzikir bersamanya.
Beliau juga menyampaikan, bahwasanya para wali yang
telah meninggal itu hakekatnya mereka adalah hidup di dalam kubur mereka,
mereka hanya berpindah tempat saja dari satu tempat ke tempat yang lain,
penghormatan kita kepada mereka setelah mereka meninggal, hendaknya sama
sebagaimana penghormatan kepada mereka ketika mereka masih hidup di dunia, juga
hendaknya untuk selalu bertata krama kepada mereka meskipun mereka telah
meninggal, sebagaimana kita harus bertata krama kepada mereka ketika mereka
masih hidup di dunia. Ketika seorang wali meninggal dunia, maka seluruh arwah
para Nabi dan para wali akan mensholatinya.
Syaikh Abi al-Hasan asy-Syadzili juga menyampaikan;
Sebagian para wali, ada yang masih bisa bermanfaat bagi muridnya yang jujur,
setelah kematian mereka, bahkan lebih banyak kemanfaatannya melebihi ketika
para wali tersebut masih hidup.
Allah Ta’ala memiliki hamba-hamba yang dalam masalah
tarbiyyah-nya (pendidikannya), Allah Ta’ala sendiri yang mentarbiyyahnya. Ada
sebagian hamba yang di tarbiyyah dengan perantara wali-wali Allah meskipun
wali-wali tersebut telah meninggal. Dari dalam kuburnya, wali-wali tersebut
mentarbiyyah murid-muridnya, dan si murid mendengar suara gurunya dari dalam
kubur. Allah juga punya hamba-hamba yang tarbiyyahnya langsung ditangani oleh
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam sendiri, hal ini disebabkan oleh
banyaknya sholawat yang dibaca murid tersebut kepada Nabi shalallahu’alaihi
wasallam.
الصلاة والسلام عليك يا سيدي يا رسول الله خذ بيدي قلت حيلتي
ادركني
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan hikmah dan ilmuNya kepada kita semua,, dengan haq,dan sesuai dengan apa-apa yang talah rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam ajarkan
ReplyDelete