Ini Pengakuan Putra Almarhum Syaikh Ramadhan Al-Buthi tentang Konflik Suriah
REPUBLIKA.CO.ID, Dengan segala ekspresinya yang membuncah,
sesekali mengusap air mata, Ketua Ikatan Ulama Suriah, Dr Taufiq Ramadhan
al-Buthi yang merupakan putra dari ulama terkemuka Suriah, almarhum Syekh
Ramadhan al-Buthi ini, mengisahkan detik-detik akhir kematian ayahnya secara
syahid tersebut di tangan kelompok radikalis.
Berbagai tudingan miring ditujukan kepada almarhum hingga
pembakaran buku-bukunya. Padahal menurut Taufiq, sikap almarhum sangat netral
dalam konflik Suriah. Tidak condong kepada salah satu pihak lantaran krisis
yang melanda Suriah, tak terlepas dari konspirasi besar untuk menjatuhkan
Suriah.”Ada agenda besar di balik berkobarnya fitnah di Suriah,” katanya.
Wartawan Republika Nashih Nashrullah, berkesempatan
berbincang dengan anggota dewan penasehat Presiden Basyar al-Asad itu, di
sela-sela kunjungannya ke Indonesia menghadiri Konferensi ke-4 International
Conference of Islamic Scholars (ICIS). Atas permintaannya, sejumlah
perbincangan sengaja off the record. Berikut petikan perbincangannya:
Apa sebenarnya yang terjadi pada detik-detik jelang kematian
Ayah Anda, Syekh al-Buthi?
Pada 21 Maret 2013, usai shalat Maghrib seorang pemuda
berusia 18 tahun-an datang masuk ke Masjid al-Iman, Damaskus, ia semula duduk
di belakang dua menit, lalu beranjak mendekati posisi ayah saya yang sedang
menyampaikan kajian tafsir. Jarak antara pemuda dengan posisi beliau duduk
kira-kira 6 meter. Lalu meledakkan diri. Sebagian besar jamaah meninggal
langsung jumlahnya 45 orang.
Total korban jiwa sebanyak 53 orang. Ledakan tak berdampak
signifikan pada luka ayah saya, hanya luka ringan di bagian bibir. Bahan
peledak C-4 itu di dalamnya terdapat potongan-potongan material kecil. Ledakkan
begitu dahsyat, begitu tersadar, meski dalam kondisi berdarah-darah, Ahmad
mencoba menolong kakeknya, tapi lukanya yang parah tak lagi mampu menopang
dirinya sendiri. Ia terjatuh dan akhirnya syahid di rumah sakit.
Melalui telepon, kami mendapat informasi, ayahanda saya hanya
terluka di bagian kening dan kaki, tetapi Allah SWT berkehendak lain,
sesampainya di RS, saya dikasihtahu, beliau telah wafat. Saya akhirnya melihat
langsung jenazahnya, perasaan bercampur aduk, seolah tak percaya. Beliau
seperti tertidur biasa. Mukanya putih, badannya masih hangat, bibirnya merah, saya
cium keningnya. Saya tanya ke dokter bagaimana kondisi Ahmad? Dokter menjawab
kritis, Ahmad akhirnya wafat.
Peristiwa tragis ini terjadi, apakah ada firasat sebelumnya?
Yang jelas, mereka menyadari al-Buthi yang telah menyingkap
kebusukan di balik krisis Suriah ini, harus segara dihabisi. Beberapa pekan
sebelum ayah wafat, kita menggelar pertemuan keluarga, dan beliau berkata,”
Saya bermimpi, wallahu a’lam, apa maknanya, tapi saya berfirasat, ajal telah
dekat.” Aksi teror sebetulnya tak membuat kami heran, kita sudah memperkirakan
ini semua bakal terjadi, kami mengkhawatirkan ayah kami.
Pesan yang tersirat yaitu hendak mencoreng wajah Islam lewat
sosok al-Buthi. Pekan pertama krisis Suriah, saat saya sedang berada di Brunei
Darussalam, sebuah bom dijatuhkan di depan rumah kami, selanjutnya, sebuah bom
pernah dilempar nyaris mengenai mobil saya, ini bukan kali pertama tetapi
berulang.
Beberapa kali para pelaku juga menulis ancaman-ancaman dengan
kata-kata kasar, menjijikkan, di tembok rumah kami. Begitulah mereka. Karena
itu beliau menyarankan agar tidak pergi ke masjid, meski jarak rumah kami tak
terlalu jauh karena akses menunju masjid tak lagi aman. Beberapa hari kemudian,
Ayah saya kembali mengumpulkan keluarga, termasuk anak-anak saya.
Beliau meminta agar putraku yang tengah sakit, Mahmud, tak
pergi merekam ceramah rutin beliau di Universitas al-Kuwait, dekat rumah.
Namun, permintaan ini tak diiyakan, Mahmud dan Ahmad tetap berangkat untuk
merekam episode ke-17 dari acara fi qadhaya as-sa’ah ma al-Buthi yang diasuh
kakeknya tersebut. Ini adalah ceramah pamungkas. Beliau kata putraku, berbicara
blak-blakan dan menyadari bahwa ajal telah dekat.
Sekembalinya dari agenda itu, Ahmad bercengkerama dan
berpamitan dengan segenap keluarga, seakan hendak pergi jauh. Mendekati
Maghrib, ia bergegas menuju rumah kakeknya seolah-olah ada janji. Keduanya
lantas shalat Maghrib ke Masjid al-Iman. Sementara Mahmud tetap berada di rumah.
Usai shalat dia kaget mendapat kabar, ada ledakan besar di
Masjid Imam. Ia bergegas menuju Masjid. Kita mencoba untuk tetap tenang dan
mencari tahu apa yang sedang terjadi, meski kabar itu mengguncang perasaan
kami. Kami menyusul menuju rumah sakit bersama keluarga, termasuk istri dari
Ahmad. Hingga saya melihat langsung apa yang terjadi.
Lalu seperti apakah sebetulnya sikap almarhum terhadap krisis
Suriah?
Terkait konflik Suriah, almarhum ayah saya, memiliki sikap
yang dilandasi dengan kaidah syariat. Sikap tersebut tidak condong ke satu
pihak, atau mendukung pihak lainnya, akan tetapi berpegangan pada dua hal,
hukum syariat menentang ulil amri (pemerintah) merujuk hadis dan pendapat ulama
terkait masalah ini. Dan kedua, fitnah ini adalah siasat pihak luar terutama
Zionis yang menginginkan pertumpahan darah di Suriah juga kehancuran dan
perpecahan negara ini.
Terungkap di hadapan kami, agenda besar memecahbelah Suriah
secara sekterian dan sukuisme, hingga menjadi negara-negara kecil yang saling
bersiteru. Kami punya buktinya. Posisi ini menempatkan alm ayah saya sangat
netral, tidak memuji pemerintah tak pula mencelanya, justru menjelaskan hukum
syari’inya dan memperingatkan dampak dari fitnah ini. Anda bisa simak sikap
beliau dalam film dokumentasi pendek diyoutube dari awal krisis meletus hingga
jelang hari syahidnya dengan judul “watsaiqi haula mauqi al-‘Allamah al-Buthi
min al-Azmat as-Suriyah”.
Faktanya, ‘serangan’ bertubi-tubi ditujukan kepada beliau
dari stasiun tv yang berpihak mengobarkan fitnah dan menjulukinya dengan
beragam gelar, seperti ulama pemerintah.
Padahal begitu jelas, ayah saya tak pernah seharipun memuji Basyar al-Asad.
Tiap bertemu Asad, Al-Buthi justru menasehati langsung, tidak menyanjung. Berbeda
dengan ulama lainnya yang bermanis-manis ria di depan Assad, lalu mereka
mengobarkan fitnah tatkala berada di belakang Sang Presiden itu. Intimadasi dan
ancaman yang dialamatkan ke ayah saya pun bermunculan.
Apa sebenarnya yang tengah terjadi di negara Anda?
Konflik di negara kami bukan konflik sekterian dan agama,
yang membenturkan antara Sunni dan Syiah, atau Muslim dan non-Muslim. Ada tiga
target utama dari konflik yang melanda Suriah sekarang. Pertama menghancurkan
Suriah, kedua, mendistorsi dan mencoreng wajah Islam di mata dunia, sebagai
agama yang menyeramkan sekaligus menakutkan agar mereka menjauh dari risalah
ini. Kita punya contoh bukti. Misalnya, perang Suriah sekarang faktanya tidak
melibatkan sesama warga Suriah asli, sama sekali. Tetapi, konflik ini
di-setting agar melibatkan warga sesama Suriah. Kita lihat sekarang ISIS, tak
semuanya orang Suriah, begitu juga Jubha el-Nusra, mereka gabungan dari jihadis
dari berbagai negara.
Apakah mereka datang hanya untuk Assad? Tidak. Sederhana
saja, jika masalahnya adalah Assad, maka lihatlah yang terjadi di Libya, apakah
saat Qaddafi berhasil dilengserkan dan dibunuh, masalah selesai? Tidak! Justru
di sanalah permulaannya. Demikian juga, ketika Shadam Husein mati di tiang
gantugan, Irak bebas masalah? Tidak. Mereka ingin Suriah porak poranda karena
negara ini dianggap sulit ditaklukkan. Suriah hingga sekarang tak mau
menyerahkan kehormatannya untuk mereka.
Apa bukti lain bila konflik Suriah ini adalah skenario besar?
Sekarang saya tunjukkan bukti lagi. Banyak sekali para
jihadis yang berasal dari Prancis, Inggris, ratusan hingga ribuan berdatangan
ke Suriah bersama dengan istri mereka bahkan melibatkan media dan beranggapan,
bahwa pintu surga terbuka melalui Suriah. Mereka datang bukan tanpa
sepengetahuan negara-negara Barat, jelas Barat tahu.
Mustahil intelijen mereka tak mampu mendeteksi gerak-gerak
para jihadis itu. Kita punya rekaman bagaimana aktivitas jihadis itu. Lihat
saja, bagaimana seorang jihadis membunuh tentara Suriah, mengeluarkan jantung
lalu memakannya. Apa maksudnya? Tak lain menunjukkan ke Barat, ini lho potret
seram Islam jika kalian memeluk agama ini, ujung-ujungnya akan seperti ini.
Jadi, apa yang terjadi di Suriah sekarang, ialah mengatasnamakan Islam tetapi
justru untuk ‘menyembelih’ agama ini.
Tetapi mereka melandasi doktrin mereka dengan agama?
Di titik ini, saya menyangsikan, keislaman mereka. Kalaupun
Islam, mereka adalah kalangan yang tak mengerti hukum-hukum syariat. Islam
masuk ke Eropa hanya kulitnya, permukaan saja. Dalam keyakinan para jihadis
itu, pintu surga terbuka langsung di Suriah. Memang tidak semua termakan dengan
propaganda negatif Islam itu, 20 persen mungkin bersikap bijak bahwa aksi teror
di Suriah ini bukan wajah Islam, tapi 80 persen tak banya tahu.
Kondisi tersebut ternyata juga dimanfaatkan oleh Barat.
Inilah tujuan ketiga dari krisis Suriah, yaitu menghabisi umat Islam di Eropa.
Biarkan Muslim Eropa berjihad ke Suriah, ratusan bahkan ribuan, dan biar mereka
meninggal di sana. Ini pula tujuan ketika
Barat membiarkan Muslim Eropa berjihad ke Afganistan dan Irak. Kita sudah dalam
level target ketiga ini. Barat tak takut dengan Islam di timur, tetapi yang
mereka takuti adalah kebangkitan Islam di Barat. Jika mereka takut Islam di
Timur pasti mereka akan menutup jihadis sejak di imigrasi.
Mengapa sekali lagi ISIS dan para jihadis mendasari doktrin
itu dengan agama?
Ideologi radikal dan ekstrem itu tak berdiri sendiri. Ada
skenario besar di belakangnya. Saya tak perlu sebut, semua orang tahu. Anda
bisa lihat sendiri, mengapa ISIS tak memerangi Israel, justru berperang dengan
saudara sesama Islam? Dan lihatlah bagaimana bisa Jubha el-Nusra mendapatkan
logistik bahkan hingga peralatan perang dari Israel? Rudal Hawn berasal dari
Israel. Korban luka dari el-Nusra juga ternyata diobati di Israel.
Saya rasa, para jihadis itu tak sepenuhnya menyadari skenario
besar ini. Pemahaman Islam mereka hanya
di permukaan. Buktinya, fatwa-fatwa yang mereka keluarkan sangat dangkal dan
jauh dari prinsip Islam, seperti jihad nikah, atau penggunaan narkoba. Mereka
bersembunyi di balik ayat-ayat perang, padahal jelas Rasulullah SAW tidaklah
diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam semesta.
ISIS merusak fasilitas umum, memutuskan listrik,
menghancurkan stasiuan bahan bakar gas, mereka jual murah minyak mentah. Belum
lagi cara mereka berlindung di balik warga sipil. Salah jika Suriah dituding
justru yang menggunakan warga sipil sebagai benteng hidup, justru mereka.
Tentara Suriah justru kini mendekati mereka head to head. Inilah bukti bahwa
radikalisme dan ekstrime mereka berangkat dari doktrin omong kosong.
Di tengah kian memanasnya konflik Suriah saat ini, apakah
Anda yakin krisis ini akan berakhir?
Dalam konteks Suriah, saya tidak melihat secara fisik. Saya
hanya melihat prinsip-prinsip ketuhanan yang agung. Rasulullah SAW dalam hadis
shahihnya mengatakan, bahwa Allah SWT akan menjaga Syam dan penduduknya. Kita
sangat yakin itu. Suriah yang diprediksi jatuh dalam hitungan minggu atau
paling banter bulan, ternyata alhamdulillah, memasuki tahun kelima, Allah masih
melindungi negara kami.
Suriah hari ini bahkan lebih kuat dari kemarin. Oposisi di
Damaskus, berislah. Beberapa wilayah juga kembali ke pangkuan Suriah. Jihadis
di Gouta saling berperang sesama mereka. Kawasan barat daya hingga perbatasan
Palestina, memang masih ada perang, tapi lumayan membaik juga demikian di
Dar’a. Di wilayah Timur, seperti Ruqa, sebagian besar ISIS kabur.
Kendati demikian, kita tidak menafikan kesalahan sebagian
dari kita. Tetapi, yang kita bicarakan adalah persoalan politik dan dinamika
yang berkembang. Saya kembalikan lagi kepada tuntunan Alllah SWT dalam Alquran
yang mengatakan “Dan apa saja bencana
yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS an-Nisaa [4] 79). Saya yakin, krisis ini akan berakhir di
bawah kemenangan Suriah. Tetapi marilah kita berdoa agar para pendosa tidak
menjadi penghalang kemenangan ini terwujud. Krisis ini adalah ujian dan
pendidikan bagi kita.
sumber artikel: republika.co.id
Post a Comment for "Ini Pengakuan Putra Almarhum Syaikh Ramadhan Al-Buthi tentang Konflik Suriah"