MENGUNGKAP DUSTA WAHHABI PADA PARA IMAM MADZHAB (bagian I)
(Bantahan Al-Faqir Kang As’ad Kepada
Aliran Wahhabi)
Tulisan ini adalah merupakan bantahan terhadap
tulisan/komentar orang-orang yang mengatas namakan dirinya sebagai SALAFI
atau yang dikenal oleh orang-orang di luar aliran mereka sebagai WAHHABI
dalam beberapa diskusi yang penulis lakukan di berbagai forum di jejaring
social facebook. Tulisan/komentar tersebut berkaitan dengan pembahasan Aqoid
(ilmu kalam) yang mereka klaim sebagai ajaran para Aimmah Madzahib al-Arba’ah.
Dalam tulisan singkat ini penulis mencoba untuk
mencari data tentag asal dari kebohongan-kebohongan tersebut kemudian
mengujinya dengan melihat kritik para ulama ahli al-jarh wa at-ta’dil
mengenai kesahihan dari riwayat yang disandarkan pada para Aimmah yang mulia
tersebut. Bantahan tersebut adalah sebagai berikut:
Mereka (Wahhabi) menyatakan:
Imam Malik ketika ditanya tentang cara ISTAWA di atas Arsy-Nya, ia menjawab: “Istawa itu perkara yang telah diketahui,
sedang cara (penggambarannya) tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid'ah.”
Kami (Kang As’ad) menjawab:
Oke, mari kita kupas riwayat yang (katanya) berasal
dari Imam Malik;
Mereka mengatakan bahwa istawa adalah
perkara yang sudah diketahui
Oke, saya setuju…..sebagai bagian dari struktur bahasa
arab kata ini (istawa) adalah sudah sangat ma’lum.
Terus mereka mengatakan bahwa cara (penggambarannya) tidak diketahui.
Ketika mereka mengatakan begitu, berarti secara tidak langsung mereka mengatakan
bahwa; “Dalam ber-Istiwa Allah Ta’ala memakai suatu kaifiyyah (cara)”……wal
iyadzu billah min hadzal ‘tiqad.
Dari mana mereka mendapatkan pemahaman semacam ini??!
Perlu diketahui…..Ini adalah merupakan aqidah mujassimah/musyabbihah.
Karena sesuatu yang ber-istawa dan memakai suatu kaifiyyah (suatu cara meskipun
anda mengatakan tidak mengetahui bagaimna cara tersebut) maka pasti sesuatu
tersebut adalah benda/jisim….Dan ketika mereka menyatakan demikian, maka secara
jelas pemahaman mereka telah bertentangan dengan ayat al-Qur’an ليس كمثله شيء.
Juga meraka telah berbohong atas nama al-Imam Malik rahimahullah. Imam
al-Baihaqi di dalam kitab Asma’ wa Shifat hlm 408 menyampaikan riwayat dari
imam Malik yang sangat BERBEDA dengan
apa yang mereka sampaikan, riwayat tersebut adalah:
كنا عند مالك بن أنس فجاء رجل فقال :
يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى فكيف استوى ؟ قال : فأطرق مالك رأسه حتى
علاه الرحضاء ثم قال :
الاستواء غير
مجهول، والكيف غير معقول
والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وما أراك إلا مبتدعا فأمر به أن يخرج
Perhatikan poin ini===> الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول
Dalam redaksi di atas, Imam Malik menyampaikan: Istawa
bukanlah hal majhul (tidak diketahui secara bahasa) dan kaifiyyah (cara) adalah
TIDAK MASUK AKAL (apabila disandarkan pada Allah Ta’ala).
Mereka (Wahhabi) menyatakan:
Demikian pula dengan Imam Abu Hanifah: Barangsiapa mengatakan; “Aku tidak mengetahui apakah Robbku berada di langit atau di bumi?”, Maka dia telah kafir, karena Alloh sendiri berfirmandalam surat Thoha ayat5.
Kami (Kang As’ad) menjawab:
Ini adalah KEBOHONGAN yang dinisbahkan
kepada al-Imam Abu Hanifah an-Nu’man.
Riwayat tersebut disampaikan oleh orang yg
bernama Abu Muthi’ al-Balkhi dalam syarah Fiqh al-Akbar hlm 197-198.
Redaksi asli dari teks berbahasa arab yang
disampaikannya adalah:
روي عن أبي مطيع البلخي أنه سأل أبا
حنيفة رحمه الله عمن قال لا أعرف ربي في السماء هو أم في الأرض ، فقال: قد كفر لأن
الله تعالى يقول : {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى.{ وعرشه فوق سبع سمواته ، قلت : فإن قال إنه على العرش ولا أدري العرش
أفي السماء أم في الأرض !، قال : هو كافر لأنه أنكر كونه في السماء فمن أنكر كونه في
السماء فقد كفر لأن الله تعالى في أعلى عليين وهو يدعى من أعلى لا من أسفل )) اهـ
Oke, mari kita cari tahu siapakah Abu Muthi’
al-Balkhi??!
Syaikh Ibnu Abi al-Izz pensyarah kitab Aqidah
Thakhawiyah juz 2 hlm 480 menukil dari Ibnu Katsir, menyampaikan:
وأما أبو مطيع فهو الحكم بن عبد الله
بن مسلمة البلخي ، ضعفه أحمد ابن حنبل ويحيى بن معين وعمرو بن علي الفلاس والبخاري
وأبو داود وأبو حاتم الرازي وأبو حاتم محمد بن حبان البستي وابن عدي والدار قطني
وغيرهم
Adapun Abu Muthi’ nama aslinya adalah al-Hakm bin Abdullah
bin muslimah al-Balkhi…..Imam Ahmad bin Hambal, yahya bin Mu’in, Umar bin Ali
al-Fallas, imam al-Bukhari, imam Abu Dawud, imam Abu Hatim ar-Razi, imam Abu
Hatim Muhammad bin Hiban al-Basti, syaikh Ibnu Addy, dan imam
ad-Daruquthni….mereka semua MENDHOIFKAN orang yang bernama Abu Muthi’ al-Balkhi
tersebut.
Syaikh Musthofa Abi Saif al-Khamami dalam kitab Ghouts
al-Ibad bi Bayan ar-Rosyad hlm 341-342 mengomentari ucapan yang dinisbahkan
kepada Imam Abu Hanifah tersebut dengan beberapa poin utama, yaitu:
Yang pertama:
الأمر الأول: أن تلك المقالة ليست في
(( الفقه الأكبر)) ، وإنما نقلها عن أبي حنيفة رحمة الله عليه ناقل فيكون إسنادها
إلى الفقه الأكبر كذبا يراد به ترويج البدعة.
Sesungguhnya ucapan tersebut TIDAK TERDAPAT DALAM
KITAB AL-FIQH AL-AKBAR, tetapi hanya merupakan nukilan yang disandarkan kepada
imam Abu Hanifah rohmatullah ‘alaih, dan sanad ucapan tersebut yang disandarkan
kepada al-Fiqh al-Akbar adalah BOHONG, karena maksud dari ucapan tersebut
adalah untuk MENYEBARKAN BID’AH.
Yang kedua:
الأمر الثاني: أن هذا الناقل مطعون
فيه بأنه وضاع لا يحل الاعتماد عليه في نقل يبنى عليه حكم فرعي فضلا عن أصلي
فالاعتماد عليه وحاله ماذكر خيانة يريد الرجل بها أن يروج بدعته .
Orang yang menukil ucapan ini adalah MERUPAKAN ORANG
YANG TERCELA, dan dia (Abu Muthi’ al-Balkhi)
adalah orang yang SANGAT SERING MEMALSUKAN RIWAYAT…oleh karena itu, tidak
diperbolehkan untuk berpegang teguh pada orang tersebut dalam permasalahan
hokum furu’ apalagi dalam masalah Ushul (aqoid)…berpegang teguh pada orang
tersebut dan tingkahnya yang telah disebutkan adalah merupakan bentuk
PENGKHIANATAN yang dimaksudkan oleh seseorang dalam rangka menyebarkan BID’AH.
Yang ketiga:
الأمر الثالث : أن هذا الناقل صرح به
إمام ثقة هو ابن عبد السلام بما يكذبه عن أبي حنيفة رحمة الله عليه بالنقل الذي نقله
عن هذا الإمام الأعظم رضي الله عنه، فاعتماد الكذاب وإغفال الثقة خيانة يراد به
تأييد بدعته وهي جرائم تكفي واحدة منها فقط لأن تسقط الرجل من عداد العدول
العاديين لا أقول من عداد العلماء أو أكابر العلماء أو الأئمة المجتهدين ، ويعظم
الأمر إذا علمنا أن الخيانات الثلاث في نقل واحد وهو مما يرغم الناظر في كلام هذا
الرجل على أن لا يثق بنقل واحد ينقله فإنه لا فرق بين نقل ونقل ، فإذا ثبت خيانته
في هذا جاز أن تثبت في غيره وغيره )) انتهى كلام الحمامي .
Imam yang dapat dipercaya yaitu Ibnu Abdissalam telah
menjelaskan tentang keadaan si penukil tersebut (Abu Muthi’ al-Balkhi),
bahwasanya dia telah melakukan PEMBOHONGAN atas nama imam Abu Hanifah
rahmatullah ‘alaih.
(Seseorang yang) Berpegang teguh dengan riwayat YANG
BOHONG dan melalaikan riwayat lain yang dapat dipercaya adalah merupakan bentuk
PENGKHIANATAN yang dilakukan untuk menguatkan kebid’ahannya, apa yang
dilakukannya tersebut adalah salah satu bentuk TINDAK PIDANA…..(silahkan
lanjutkan sendiri terjemahnya).
Lanjutan: MENGUNGKAP DUSTA WAHHABI PADA PARA IMAM MADZHAB (BAGIAN II)
Lanjutan: MENGUNGKAP DUSTA WAHHABI PADA PARA IMAM MADZHAB (BAGIAN II)
Post a Comment for "MENGUNGKAP DUSTA WAHHABI PADA PARA IMAM MADZHAB (bagian I)"