Apakah boleh meminta pertolongan (Istighatsah) kepada selain Allah?
image source: sunna.info
Istighatsah
adalah permintaan seorang hamba terhadap bantuan dan pertolongan kepada orang
yang mampu menolongnya atau menghilangkan kesulitannya ketika tertimpa suatu
permasalahan yang sangat atau yang semacamnya.
Kata Istighatsah di sebutkan di dalam al-Qur’an, salah
satunya ketika menjelaskan tentang Bani Israel yang ber-istighatsah
(meminta pertolongan) kepada Nabi Musa ‘alaihissalam untuk mengalahkan musuh
mereka, yaitu pada surat al-Qashash ayat 15.
وَدَخَلَ
الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ
يَقْتَتِلانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي
مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ
قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ
Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka
didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang
dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya
itu. Musa berkata: Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Kata “istighatsah” استغاثة berasal dari “al-ghauts”
الغوث yang berarti
pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” استفعل atau "istif'al"
menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighatsah berarti meminta
pertolongan. Seperti kata ghufron غفران yang berarti ampunan
ketika diikutkan pola istif'al menjadi istighfar استغفار yang berarti memohon
ampunan.
Jadi istighotsah berarti “thalabul ghouts” طلب الغوث atau meminta
pertolongan. Para ulama membedakan antara istghatsah dengan “istianah” استعانة, meskipun secara
kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola
istif'al dari kata “al-‘aun” العون yang berarti “thalabul
‘aun” طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan. Istighatsah adalah
meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan isti'anah maknanya meminta pertolongan
dengan arti yang lebih luas dan umum.
Baik Istighatsah maupun Isti'anah
terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau teks-teks al-Qur'an atau
hadits Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Dalam surat al-Anfal ayat 9
disebutkan:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
(Ingatlah
wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia
mengabulkan permohonanmu.
Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad
shalallahu’alaihi wasallam memohon bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, saat
itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh
tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan
permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan
malaikat.
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 17 juga disebutkan;
وَالَّذِي قَالَ
لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ
مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ
اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ
Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya:
hush bagi kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku
akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu
kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan:
“Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar”. lalu Dia
berkata: “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”.
Yang dalam hal ini adalah memohon pertolongan Allah
atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya meyakini hari kebangkitan, dan
tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh keduanya untuk menyadarkan sang
anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dari kedua cuplikan ayat ini barangkali dapat
disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon pertolongan dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk terwujudnya sebuah “keajaiban” atau sesuatu yang paling tidak
dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.
Istighatsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah
konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighatsah
adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah
sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid
tertentu, terutama istighfar, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan
mengabulkan permohonan itu.
Istighatsah juga disebutkan dalam hadits Nabi shalallahu’alaihi wasallam, di
antaranya hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari di dalam kitab
Shahihnya:
إنَّ الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ
نِصْفَ الْأُذُنِ, فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِآدَمَ ثُمَّ
بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ
Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari
kiamat, sehingga keringat sebagian orang keluar hingga mencapai separuh
telinganya, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka beristighatsah
(meminta pertolongan) kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian
kepada Nabi Muhammad.
Hadits ini juga merupakan dalil dibolehkannya meminta
pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang Nabi atau Wali
adalah hanya sebagai sebab. Terbukti ketika manusia di padang mahsyar
terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong kepada para Nabi.
Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu mendatangi para
nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik niscaya mereka tidak
melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu perbuatan yang
dianggap syirik.
Sedangkan isti'anah terdapat di dalam al-Qur'an
surat al-Baqarah ayat 45, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى
الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu',
Jika ada pertanyaan; Apakah boleh
untuk meminta pertolongan kepada selain Allah?, maka jawabannya adalah boleh. Meminta pertolongan kepada selain Allah Ta’ala
adalah diperbolehkan dengan pengertian bahwa orang yang dimintai pertolongan
tersebut adalah sebagai sebab atau lantaran adanya suatu pertolongan. Walaupun pada hakekatnya bahwa pertolongan
adalah mutlak dari Allah ‘Azza wa Jall, tetapi tidak menafikan bahwa Allah
Ta’ala menjadikan sebab-sebab atau lantaran terjadinya suatu pertolongan pada
orang yang dimintai pertolongan tersebut. Dalil mengenai hal itu adalah sabda
Nabi shalallahu’alaihi wasallam;
والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه. رواه مسلم
Allah akan menolong hamba selama hamba
tersebut mau menolong saudaranya. (Hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim).
Juga sabda Nabi yang berkaitan dengan
hak-hak ketika di jalan, yaitu;
وان تغيثوا الملهوف وتهدوا الضال. رواه ابو داود
Hendaklah kamu menolong orang-orang yang
teraniyaya dan hendaklah kamu menunjukkan jalan pada orang-orang yang tersesat.
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Abu Dawud.
Hadits di atas menyebutkan tentang
pertolongan yang dinisbatkan dan disandarkan kepada seorang hamba dan
menjelaskan kesunahan (anjuran) untuk saling tolong menolong antar sesama
hamba.
Istighatsah adalah
memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, bagi sebagian
kelompok dari muslimin hal yang semacam ini langsung di
vonis syirik. Namun vonis
mereka itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariat Islam. Pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta
pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan selama ia seorang muslim, mukmin,
shaleh dan diyakini mempunyai manzilah (kedudukan) di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Kebolehan ini tidak terikat, apakah ia masih hidup atau telah
wafat. Karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan
dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan madharat, maka justru dirisaukan
ia terjerembab dalam kemusyrikan yang nyata. Karena seluruh manfaat dan
madharat adalah berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kehidupan dan
kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan madharat kecuali dengan izin
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika seseorang berkata bahwa orang mati tidak bisa
memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah
jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan
kematian adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan madharat itu dari Allah, dan kekuasaan Allah tidak
bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokter lah yang bisa
menyembuhkan dan tak mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia
telah membatasi Kodrat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja
lewat dokter, namun tak mustahil dari petani, atau bahkan sembuh dengan
sendirinya, atas izin Allah Ta'ala.
Dalil-dalil Kebolehan Istighatsah
Dalil tentang disyareatkannya istighatsah adalah sangat banyak
sekali, diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab az-Zakah
bahwasanya Nabi shalallahu’alaihi wasallam telah bersabda;
إن الشمس تدنو يوم القيامة حتى يبلغ العرق نصف الأذن,
فبينما هم كذالك اثتغاثوا بأدم ثم بموسى ثم بمحمد صلى الله عليه وسلم. الحديث
Sesungguhnya matahari akan turun pada hari
kiyamat sehingga keringat manusia akan sampai pada separo telinga, maka dalam
keadaan tersebut mereka lalu ber-istighatsah (meminta pertolongan) dengan
perantaraan Nabi Adam, kemudian dengan perantaraan Nabi Musa, dan lalu dengan
perantaraan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Al-Hadits.
Para ulama telah bersepakat terhadap
kebolehan melakukan istighatsah dengan para Nabi, juga beristighatsah
dengan orang yang masih hidup atau yang sudah mati. Yang demikian karena kita tidak
meyakini bahwa makhluk dapat mendatangkan efek juga tidak dapat mendatangkan
manfaat atau madlarat, tetapi yang dapat melakukan itu semua pada hakekatnya
hanyalah Allah saja dan tiada sekutu bagi-Nya.
Para Nabi sekalipun pada hakekatnya tidak dapat
mendatangkan efek apa-apa, kita melakukan istighatsah hanya sekedar untuk
mengambil berkah dan meminta pertolongan dengan lantaran kedudukan mereka
karena memang mereka adalah orang-orang yang menjadi kekasih Allah Ta’ala. Dan
orang-orang yang membedakan tentang kebolehan beristighatsah antara
orang yang masih hidup atau yang sudah mati, berarti orang tersebut telah
meyakini bahwa orang yang masih hidup bisa mendatangkan efek sedangkan orang
yang mati tidak dapat (ini adalah keyakinan yang sesat dan bisa menjerumuskan
kepada kemusyrikan-pen). Untuk itu kami mengucapkan; Allah lah yang telah
menciptakan segala sesuatu. Allah lah yang telah menciptakan kamu dan kamu
tidak mengetahuainya.
Post a Comment for "Apakah boleh meminta pertolongan (Istighatsah) kepada selain Allah?"