Mereka Yang Saling Bertemu Setelah Kematiannya
Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauzi menyampaikan di dalam kitab ar-Ruh;
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkabarkan kepada kita bahwasanya para
syuhada hidup di sisi Tuhan-Nya dengan mendapatkan rizki. Mereka merasa tentram
dengan apa yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Mereka merasa tentram
dengan anugrah juga nikmat dari Allah Ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwasanya
ruh mereka (syuhada) adalah saling bertemu dengan tiga penjelasan.
Yang pertama; Allah mengkabarkan bahwasanya mereka mendapatkan rizki, dan jika
mereka adalah hidup, maka mereka tentu akan saling bertemu.
Yang kedua; Bahwasanya mereka akan merasa gembira (yastabsyirun) dengan
adanya kawan-kawan mereka, dengan kedatangan kawan-kawan mereka, juga dengan
dengan bertemu mereka.
Yang ketiga; kata yastabsyirun (bergembira) dari segi bahasa juga mengandung
pengertian mereka saling menggembirakan satu dengan lainnya (yatabasyirun).
Sungguh banyak sekali riwayat atau kisah-kisah yang
menyampaikan demikian. Salah satunya adalah apa yang telah disampaikan oleh
Shalih bin Basyir, beliau berkata; Aku melihat Atha’ as-Sulami di dalam mimpi
setelah kematiannya. Lalu aku berkata kepadanya; “Semoga engkau dirahmati
Allah, engkau adalah orang yang lama dalam menanggung kesusahan di dalam
dunia”.
“Sungguh demi Allah, setelah kematianku, Allah telah
menganugrahikan kesenangan yang panjang juga kebahagiaan yang abadi”. Kata
Atha’ as-Sulami.
Shalih bin Basyir berkata; “Pada derajat apa engkau
berada saat ini?”.
“Beserta orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh
Allah, dari para Nabi, Shidiqin, Syuhada, juga orang-orang shaleh”, kata Atha’
bin Basyir.
Syaikh Abdullah ibnu Mubarok mengatakan; “Aku melihat
Sufyan ats-Tsauri di dalam mimpi, lalu aku berkata kepadanya; Apa yang
dilakukan oleh Allah kepadamu?”.
“Aku bertemu dengan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi
wasallam juga kelompoknya”, kata Sufyan ats-Tsauri.
Syaikh Shakhr bin Rasyid berkata; “Aku melihat
Abdullah bin Mubarok di dalam mimpi setelah kematiannya. Aku berkata kepadanya;
Bukankah engkau telah mati?”.
“Iya”, jawab Abdullah bin Mubarok.
“Apa yang dilakukan Allah Ta’ala kepadamu?”, tanya
Shakhr bin Rasyid.
“Allah mengampuni segala dosa yang pernah aku
lakukan”, jawab Abdullah bin Mubarok.
“Bagaimana dengan keadaan Sufyan ats-Tsauri?”, tanya
Shakhr bin Rasyid.
“Wah..wah, dia disana bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka Itulah teman
yang sebaik-baiknya”. Jawab Abdullah bin Mubarok.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, beliau berkata: “Dia
adalah orang yang mencintai kafan yang bagus, dan berkata, sungguh para mayit
itu saling mengunjungi dengan menggunakan kafan mereka”.
Penjelasan di atas senada
dengan hadits marfu` dalam musnad Ibnu Abi Usamah yang diriwayatkan dari
Jabir: “Mereka para mayit saling membanggakan dan mengunjungi di dalam makam
kuburan mereka”.
Syaikh Ibnu Mubarok berkata; “Aku suka, jika kelak aku
dikafani dengan abju yang biasa aku gunakan untuk shalat”.
Di dalam Shahih Muslim, Jabir
juga meriwayatkan bahwa Nabi shallahu’alaihi wasallam barsabda:
إذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ
فَلْيُحَسِّنْ كَفَنَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian hendak mengkafani
jenazah saudaranya, maka hendaklah mengkafaninya dengan kafan yang baik”.
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa para mayit itu hakikatnya
tidaklah mati dengan arti sudah tidak berguna sama sekali atau hilang sama
sekali, tetapi nyawa mereka hanyalah berpindah alam, dari alam dunia yang kasat
mata menuju alam kubur yang hanya diyakini oleh orang-orang yang beriman kepada
Allah Dzat Yang Maha Tahu atas segala perkara di alam ghaib.
Syakh Ibnu Abi Dunia meriwayatkan dari Yaqdhah binti Rasyid, beliau
berkata; “Marwan al-Makhamili adalah tetanggaku, ia adalah seorang qadli juga
seorang Mujtahid. Ketika ia meninggal, aku mendapati sesuatu
yang sangat luar biasa sekali. Setelah kematiannya, aku bermimpi melihatnya dan
aku berkata kepadanya; Wahai Abu Abdullah, apa yang dilakukan Allah kepadamu?”.
“Aku dimasukkan oleh Allah ke surga”, kata Marwan
al-Makhamili.
“Lalu apa?”, kata Yaqdhah binti Rasyid.
“Kemudian aku naik ke derajat Ashhab al-Yamin”, kata
Marwan al-Makhamili.
“Lalu apa?”, kata Yaqdhah binti Rasyid.
“Lalu aku naik ke derajat al-Muqarrabin
(orang-orang yang dekat dengan Allah)”, jawab Marwan al-Makhamili.
Mendengar
jawaban demikian, Yaqdhah binti Rasyid bertanya kembali; “Siapa saja
kawan-kawanmu yang engkau temui?”.
“Aku bertemu al-Hasan, Ibnu Sirin, dan juga Maimun bin
Siyah”, jawab Marwan al-Makhamili.
Syaikh Ibnu Abi Dunia juga meriwayatkan dari Ubaid bin
Umair, beliau berkata; “Ahli kubur selalu menanti-nanti kabar (dari orang-orang
yang dikenalnya). Ketika datang mayit yang mereka kenal, mereka berkata; Apa
yang dilakukan oleh fulan?, mayit tersebut menjawab; kebaikan”.
Lalu ahli kubur bertanya kembali; “Apa yang dilakukan
oleh fulan?”.
Mayit tersebut menjawab; “Loh…apakah ia belum datang
menemui kalian?”.
Ahli kubur menjawab; “belum”.
Lalu mayit tersebut berkata; “Inna lillahi wa innaa
ilaihi raaji’uun….ia mungkin telah mengambil jalan hidup selain jalan yang
kita lalui”.
Muawwiyah bin Yahya telah menyampaikan riwayat dari
Abu Ayyub al-Anshori, bahwasanya Rasululllah shalallahu’alaihi wasallam telah
bersabda; “Sesungguhnya jiwa, jika telah dicabut maka ia akan dijemput oleh Ahl
ar-Rahmah dari sisi Allah sebagai mana ketika di dunia ia dijemput oleh orang
yang menyambutnya”.
Ahl ar-Rahmah berkata; “Tunggulah saudara kalian
sehingga ia beristirahat sebentar, sesungguhnya ia baru saja melalui kesusahan
yang sangat”.
Mayit yang baru meninggal tersebut itu lalu ditanyai
oleh orang-orang yang menyambutnya; “Apa yang dilakukan oleh si fulan?, apa
yang dilakukan oleh si fulanah?, apakah si fulanah telah menikah?”.
Ketika mayit yang baru meninggal tersebut ditanyai
oleh orang-orang yang menjemputnya mengenai orang yang meninggal sebelum
mereka, maka mayit tersebut menjawab; “Ia telah mati sebelumku”.
Mendengar jawaban dari mayit yang baru meninggal
tersebut, orang-orang yang menyambutnya tersebut berkata; “Innaa lillaahi wa
innaa ilaihi raji’uun….ia berarti telah di antarkan tempatnya yaitu neraka Hawiyah,
dan ia adalah seburuk-buruk tempat”.
Tatkala Basyar bin al-Barra’ bin Ma’rur meninggal
dunia, ibunya merasa sangat rindu kepadanya, maka dia bertanya kepada
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam; “Wahai Rasulallah kematian terus
menjemput anak-anak Bani Salmah, apakah
orang yang meninggal dapat saling bertemu?, agar aku bisa mengirim salam kepada
Basyar?”.
Mendengar pertanyaan demikian, Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam menjawab: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, wahai Ummu Basyar, mereka (orang-orang yang telah meninggal)
saling bertemu seperti saling bertemunya burung-burung yang berada di pucuk
pepohonan”.
Mulai saat itulah, setiap kali ada seseorang yang akan
meninggal dari Bani Salmah, Ummu Basyar selalu mendatanginya sambil berkata;
“Wahai fulan, semoga engkau dalam keselamatan”.
Orang yang akan meninggal tersebut menjawab; “Semoga keselamatan
juga tetap kepadamu”.
Ummu Basyar berkata; “Tolong nanti sampaikan salamku
kepada Basyar”.
Manfaat sekali
ReplyDelete