Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Jual Beli Dengan Uang Muka atau DP (down payment)

Bertransaksi adalah sebuah kegiatan yang sudah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari, baik kita berperan sebagai penjual atau sebagai pembeli. Salah satu hal yang sering kita lihat, dengar atau bahkan kita alami sendiri adalah transaksi yang mensyaratkan adanya DP (down payment) atau bahasa populernya uang muka.

Dalam prakteknya, seseorang yang membeli dengan harga tertentu dan barangnya belum diambil, biasanya penjual barang tersebut akan meminta DP kepada pihak pembeli barang, sebagai bentuk keseriusan dalam bertransaksi.

Dan banyak contoh transaksi yang terjadi, jika si pembeli tadi tidak melanjutkan transaksinya, atau bahkan membatalkan transaksi tersebut, uang muka atau DP yang telah ia serahkan ke pembeli menjadi hangus, atau menjadi milik si penjual.

Sebagai seorang muslim, sebelum kita melakukan suatu apa pun, hendaknya kita mengetahui tentang hukum atau hal-hal yang terkait dengan apa yang akan kita lakukan tersebut, hal itu supaya kita terjaga dan terhindar, jangan sampai kita terjerumus dalam perbuatan yang sebenarnya dilarang dalam syariat Islam, namun karena kebodohan kita, kita tidak menyadarinya.

Oleh karena itulah, di dalam syariat Islam sangat di tekankan  العلم قبل العمل (ilmu dahulu sebelum amal). Dalam artikel kali ini, kami akan menyampaikan hasil bahsul masail yang berkaitan tentang masalah hukum uang muka atau DP (down payment) juga kesimpulan dari masalah ini, halal atau tidak?!



Berikut ilustrasi dan jawaban berkaitan dengan permasalahan hukum uang muka atau DP.

  
LATAR BELAKANG MASALAH:
Seseorang membeli barang. Karena barang yang dibeli tersebut belum diambil, maka si pembeli memberi (uang muka/DP) persekot Rp. 100.000,- agar tidak dijual kepada orang lain. Kemudian pada waktu pelunasan, pembeli minta diturunkan harganya dari yang telah disepakati di awal. Sedang penjual tidak mau.

PERTANYAAN:
Bolehkah penjual memiliki persekot (uang muka/DP) tersebut tanpa si pembeli mengambil barang itu sedikitpun ?


JAWABAN:
Dalam masalah ini terjadi khilaf di antara ulama, transaksi semacam ini di dalam istilah fuqoha disebut dengan bai’ ‘urbun.

Bai’ ‘Urbun adalah seseorang membeli barang lalu ia memberi kepada penjual sejumlah uang (dirham), jika nanti si pembeli ridlo dengan barang tersebut, maka uang tadi menjadi bagian dari harga yang harus dibayar (tinggal bayar kekurangannya) tetapi jika pembeli tidak ridlo, maka uang tersebut menjadi hibah.

Hukum permasalahan ini menurut ulama madhzab syafi’iyyah juga jumhur ulama (Malikiyyah, Hanafiyyah dan Syafi’iyyah) adalah batal atau tidak sah. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam kitab al-Mahally juz 2hlm 185-186, juga di dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj juz 4 hlm 321-322, juga di dalam kitab Nihayah al-Muhtaj juz 3 hlm 476-477 dan juga di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab juz 9 hlm 335.

Imam Syarofuddin an-Nawawi juga menyebutkan di dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab sebuah riwayat dari imam Ahmad bin Hambal yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Mundzir, bahwasanya imam Ahmad menghukumi sah (boleh) mengambil uang muka tersebut. Hukum tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Nafi’ bin Abd al-Harits. Hadits tersebut adalah;

عن نافع بن عبد الحرث أنه اشترى دارا بمكة من صفوان بن أمية بأربعة آلاف فإن رضى عمر فالبيع له وإن لم يرضى فلصفوان أربع مائة

Ketidak sah-an transaksi semacam ini menurut madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah juga madzhab Hanafiyyah karena di dalamnya terdapat syarat yang fasid (rusak) termasuk bai’ ghurur dan unsru memakan harta orang lain secara bathil.

Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwasanya sayyidina Umar dann putranya sayyidina Ibnu Umar mengesahkan (membolehkan) transaksi semacam ini, dan imam Ahmad bin Hambal, juga lebih cenderung untuk mengesahkannya. Wallahu A’lam bisshowab

Referensi :
1.      Al-Mahalli juz 2 hal 185-186  ( Daru Ihya’il Kutub Al Arobiyah )

2.      At-Tuhfah juz 4 hal 321-322    ( Daru Shodir )

3.      Nihayatul Muhtaj juz 3 hal 476-477 ( Maktabah Mushthofa Al Baby Al Halaby )

4.      Al-Majmu’ Syarah Muhadzhab juz 9 hal 335 ( Al Maktabah As Salafiyah )


1.  المحلى الجزء الثانى ص : 185-186      دار إحياء الكتب العربية
)ولا يصح بيع العربون) بفتح العين والراء وبضم العين وإسكان الراء (بان يشترى ويعطيه دراهم لتكون من الثمن إن رضى السلعة وإلا فهبة) بالنصب روى أبو داود وغيره عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده أنه صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع العربان أى بضم العين وسكون الراء لغة ثالثة وعدم صحته لاشتماله على شرط الرد والهبة إن لم يرض السلعة. اهـ

2.  تحفة المحتاج الجزء الرابع ص : 321-322         دار صادر
)ولا يصح بيع العربون) بفتح أوله وهو الأفصح وبضم فسكون ويقال له العربان بضم فسكون وهو معرب وأصله التسليف والتقديم ثم استعمل فيما يقرب من ذلك كما أفاده قوله (بأن يشترى ويعطيه دراهم) وقد وقع الشرط فى العقد أى أو زمن خياره كما هو قياس ما مر على أنه إنما أعطاها (لتكون من الثمن إن رضى السلعة وإلا فهبة) بالنصب ويجوز الرفع للنهى عنه اهـ

3.  نهاية المحتاج الجزء الثالث ص : 476-477   شركة مكتبة ومطبعة مصطفى البابى
)ولا يصح بيع العربون) بفتح أوليه وهو الأفصح وبضم فسكون ويقال له العربان بضم فسكون وهو معرب, وأصله التقديم والتسليف ثم استعمل فيما يقرب من ذلك كما أفاده قولهم (بأن يشترى) سلعة (ويعطيه دراهم) مثلا وقد وقع الشرط فى صلب العقد على أنه إنما أعطاها (لتكون من الثمن إن رضى السلعة وإلا فهبة) بالنصب ويجوز رفعه للنهى عنه اهـ

4.  المجموع شرح المهذب الجزء التاسع ص : 335          المكتبة السلفية

)فرع) فى مذاهب العلماء فى بيع العربون. قد ذكرنا أن مذهبنا بطلانه إن كان الشرط فى نفس العقد وحكاه ابن المنذر عن ابن عباس والحسن ومالك وأبى حنيفة قال وهو يشبه قول الشافعى قال وروينا عن ابن عمر وابن سيرين جوازه قال وقد روينا عن نافع بن عبد الحرث أنه اشترى دارا بمكة من صفوان بن أمية بأربعة آلاف فإن رضى عمر فالبيع له وإن لم يرضى فلصفوان أربع مائة قال ابن المنذر وذكر لأحمد بن حنبل حديث عمر فقال أى شىء أقدر أقول. هذا ما ذكره ابن المنذر وقال الخطابى اختلف الناس فى جواز هذا البيع فأبطله مالك والشافعى للحديث ولما فيه من الشرط الفاسد والغرر وأكل المال بالباطل وأبطله أيضا أصحاب الرأى. وعن عمر وابن عمر جوازه ومال إليه أحمد بن حنبل والله سبحانه وتعالى أعلم. اهـ

Post a Comment for "Hukum Jual Beli Dengan Uang Muka atau DP (down payment)"